BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan mempunyai arti yang sangat
penting dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan individu, bangsa maupun
negara. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,
sehingga sesuai dengan tujuan. Keberhasilan suatu bangsa terletak pada mutu
pendidikan yang dapat meningkatkan kualtias sumber daya manusianya.
Pendidikan pada dasarnya suatu proses
untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi
segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta
pendekatan-pendekatan yang kreatif tanpa harus kehilangan identitas dirinya.
Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan formal yang mempunyai
aturan-aturan jelas atau lebih dikenal dengan GBPP (Garis-garis Besar Program
Pengajaran) sebagai acuan proses pembelajaran dan guru sebagai fasilisator yang
berperan dalam keberhasilan seorang siswa, sehingga guru harus tepat dalam
memilih metode pembelajaran yang akan digunakan.
Kimia merupakan salah satu cabang ilmu IPA
yang berperan sangat esensial dalam perkembangan sains dan teknologi. Oleh
karena itu, siswa dituntut untuk menguasai materi pelajaran kimia secara
tuntas. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran kimia yang tercantum dalam
kurikulum 2004, yaitu :
“agar siswa memahami atau
menguasai penerapan konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya serta mampu
menerapkan berbagai konsep kimia untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari dan teknologi secara ilmiah”. (Depdiknas, 2004)
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
pengajaran kimia harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga memperoleh
hasil yang diharapkan.
Keberhasilan pengajaran kimia ini
ditentukan oleh besarnya partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, makin
aktif siswa mengambil bagian dalam kegiatan pembelajaran, maka makin berhasil
kegiatan pembelajaran tersebut. Tanpa aktivitas belajar tidak akan memberikan
hasil yang baik.
Pada kenyataannya, guru dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung berlangsung secara konvensional
atau menggunakan strategi pembelajaran tradisional. Artinya guru
mentransformasi ilmu pengetahuannya dengan menggunakan metode ceramah sehingga
pembelajaran berpusat pada guru (Teacher Centered). Padahal menurut
Kurikulum 2004, kegiatan belajar mengajar harus berpusat pada siswa yang
artinya siswa harus lebih aktif menggali informasi sendiri. Selain itu,
kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa pencapaian jumlah siswa yang tuntas
belajar di SMA............................. kelax X ternyata masih rendah.
Dikatakan rendah karena belum mencapai ketuntasan belajar menurut kurikulum SMU
1994 yaitu memperoleh nilai > 65.
Dalam
mempelajari konsep kimia, siswa kurang bisa mengaitkan konsep yang ada ke dalam
kehidupan sehari-hari apalagi kimia merupakan ilmu baru yang dipelajari oleh
siswa sehingga siswa akan mengalami kesulitan bila siswa dihadapkan
kepada bahan pengajaran baru yang menghendaki penalaran intelektual sedangkan
ilmu kimia sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan akan lebih mudah
dipahami siswa berdasarkan pengalaman yang mereka temui di lingkungan sendiri.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas,
perlu diupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membuat pembelajaran lebih aktif. Salah satunya adalah dengan menerapkan
pendekatan Contextual Teaching dan Leraning (CTL) yang merupakan konsep
belajar untuk membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
kehidupan sehari-hari siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan awal siswa dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat (Blanhard, 2001). Dengan konsep itu hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Dalam upaya itu, siswa memerlukan guru
sebagai pengarah dan pembimbing.
Pendekatan kontekstual hanya sebuah
strategi pembelajaran seperti halnya strategi pembelajaran yang lain,
kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran lebih aktif.
Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan
tatanan yang ada.
Dalam kelas yang diajarkan dengan
pendekatan CTL, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberikan
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa) dengan membentuk
kelompok. Kebiasaan di kelas, kelompok dibuat sendiri oleh siswa sehingga
kelompok yang terbentuk bersifat homogen dan kelas didominasi oleh kelompok
yang aktif. Dari kenyataan tersebut, digunakan model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD karena model kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana sehingga siswa dapat lebih mudah dalam
memahami dan melakukan belajar dalam kelompok. Pembentukan kelompok kooperatif
yang heterogen dilakukan dengan cara melihat hasil belajar siswa terdahulu.
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
diterapkan untuk mengelompokkan kemampuan yang berbeda sehingga memungkinkan
terjadinya interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa
secara aktif sehingga diharapkan siswa yang pandai akan membantu siswa yang
kurang pandai karena dalam STAD siswa haru mempunyai tanggung jawab secara
individu dan secara kelompok sehingga akan memperbaiki kualitas pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajarnya.