BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan
pandangan hidup Pancasila, manusia pada hakekatnya adalah makhluk bineka yang
mengemban misi tunggal sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Bertolak dari
pemikiran tersebut anak-anak di dalam kelas pada hakikatnya juga makhluk
bineka, yang satu sama lain berbeda. Perbedaan dapat berkenaan dengan latar
belakang budaya, ras, suku , agama,
adapt istiadat, dan sebagainya. Perbedaan juga berkenaan dengan potensi
kemanusiaan yang dimiliki oleh anak-anak, mencakup kognitif, fisik, maupun
emosi.
Berdasarkan pandangan hidup Pancasila dan semboyan
Bhineka Tunggal Ika, pandangan hidup dan semboyan tersebut mengajarkan kepada
bangsa Indonesia bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda secara vertikal
maupun horizontal agar dapat saling memanfaatkan atau saling membantu, sehingga
manusia dapat mengembangkan potensi kemanusiaan yang dimiliki hingga taraf yang
optimal dan terintergrasi. Dengan mengaktualisasikan potensi kemamuan yang
optimal dan terintergrasi itulah manusia melaksanakan fungsi kekhalifahannya.
Bertolak dari pandangan hidup dan semboyan semacam itu, bineka vertikal seperti
kaya-miskin, kuat-lemah, pandai-bodoh, dan bineka horizontal seperti latar
belakang budaya, agama, suku, ras, adat instiadat, dan sebagainya disikapi
sebagai kondisi alami yang memungkinkan manusia berinteraksi dalam rangka
saling membutuhkan atau menjalin hubungan kerja sama. Interaksi saling
membutuhkan atau hubungan kerja sama. Interaksi saling membutuhkan atau
hubungan kerja sama antaranak di dalam kelas inilah yang mengahasilkan suasana
belajar kooperatif.
Kebinekaan dipandang sebagai kondisi alami yang
diciptakan Tuhan agar manusia dapat saling berhubungan dalam rangka
membutuhkan. Oleh karena itu, guru hendaknya menciptakan suasana belajar
kooperatif dalam kelas. Penciptaan norma yang membuat semua anak memberikan
sumbangan bagi kemajuan kelompok. Norma semacam itu memandang anak yang
mendominasi anak lain atau menggantungkan diri pada orang lain sama buruknya
sehingga harus diberantas. Ini berarti anak yang pandai harus membantu anak
yang kurang pandai, anak yang kuat harus membantu yang lemah, dan tiap anak
harus saling mendorong untuk menumbuhkan motivasi belajar yang kuat.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan salah satunya
adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi
yang diajarkan serta dengan tingkat usia anak didik. Belajar aktif adalah salah
satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses belajar matematika.
Pembelajaran Matematika tidak lagi mengutamakan pada
penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada
pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta
didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas matematika dengan
bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. (Hartoyo,
2000: 24).
Langkah-langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif
dari siswa. Untuk itu perlu ada metode pembelajaran yang melibatkan siswa
secara langsung dalam pembelajaran. Adapun metode yang dimaksud adalah metode
pembelajaan kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan
bersama. Felder, (1994: 2).
Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi
antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama
temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi
pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari
kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta
pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam Wahyuni 2001: 2).
Penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa yang rendah hasil
belajarnya. (Nur, 1996: 2).
Pete Tschumi dari Universitas Arkansas Little Rock
memperkenalkan suatu ilmu pengetahuan pengantar pelajaran komputer selama tiga
kali, yang pertama siswa bekerja secara individu, dan dua kali secara kelompok.
Dalam kelas pertama hanya 36% siswa yang mendapat nilai C atau lebih baik, dan
dalam kelas yang bekerja secara kooperatif ada 58% dan 65% siswa yang mendapat
nilai C atau lebih baik (Felder, 1994:14).
Berdasarkan paparan tersebut diatas maka peneliti
ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Belajar
Matematika Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Student Teams
Achievement Division) Pada Siswa Kelas ………………SD Negeri ………… Tahun Pelajaran
20..../20...”.